Keith Ellison : Jalan Panjang Sang Mualaf

Mengincar kursi yang ditinggalkan Martin Sabo di DPR AS, dalam kampanyenya Keith Ellison mengusung ide tentang perdamaian, layanan kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta masa depan yang lebih baik.

Melalui surat terbuka yang dipasangnya di http://www.keithellison.org,/ Ellison juga menyatakan tekadnya untuk mengupayakan penyegeraan penarikan tentara AS dari Irak serta usaha rekonstruksi internasional. ''Dengan dukungan Anda, saya akan mewujudkannya,'' ujar pria berusia 43 tahun itu.

Pemikiran Ellison memang bukan hal baru. Namun, track record-nya yang mengesankan mampu mengantarkan Ellison yang menjadi mualaf selepas lulus SMU ke kursi DPR. Ellison pun mengukir sejarah. Dialah Muslim pertama yang bisa menduduki posisi penting tersebut.

Didukung oleh Minnesota DFL --yang berafiliasi dengan Partai Demokrat-- Elisson juga menjadi keturunan Afro-Amerika pertama dari Minnesota yang menjadi salah satu dari 435 anggota DPR AS. Sebelumnya, sejak 1943 cuma ada tiga orang yang pernah mewakili distrik Minnesota di DPR. Keanggotaan di DPR didapatnya setelah jumlah suara yang didapatnya melampaui kandidat kuat lainnya dari Partai Demokrat.

Mantan senator Ember Reichgott Junge, anggota Dewan Kota Minneapolis Paul Ostrow, dan kepala staf Sabo, Mike Erlandson, rupanya tak begitu mendapat tempat di hati akar rumput. Buktinya, pilihan lebih banyak dijatuhkan kepada Ellison. Ia menang dengan selisih 30 poin.

Sebelum Ellison, sebetulnya sudah banyak Muslim Amerika yang mencoba menduduki posisi serupa. Hanya saja, kurangnya pengalaman di dunia politik, lemahnya kampanye, serta kecurigaan berkelanjutan terhadap Islam, kerap menjegal usaha mereka. Bagi Ellison, sukses diraih setelah menapaki jalan panjang di dunia pelayanan masyarakat.

Sebagai warga pendatang, Ellison, yang pindah dari Detroit ke Minnesota pada 1987, paham benar kehidupan masyarakat Minnesota. Keragaman latar belakang penduduk justru dianggapnya sebagai kekuatan. Pria yang beristrikan guru matematika ini lantas membangun jaringan dengan seluruh lapisan masyarakat, baik yang berada di sekitar tempat tinggalnya, di pusat kota, hingga di lingkar utara.

Ellison memang bukan politikus dadakan di Minnesota. Pria kelahiran 4 Agustus 1963 ini pernah delapan tahun mengudara di radio komunitas, membantu warga Minnesota menyalurkan unek-uneknya. Berkat jasanya pula Minnesota pada 1990-an memiliki Police-Civilian Review Board, dewan yang mencermati hubungan kepolisian dengan masyarakat.

Pada tahun 2002, Ellison terpilih mewakili House District 58B di daerah pemilihan Minnesota. Ini merupakan kawasan bisnis potensial yang demografinya beragam dan dihuni oleh warga rasis. Di Minnesota, Ellison juga tergabung dalam keanggotakan Dewan Keamanan Publik, Komite Kebijakan dan Keuangan, serta Komite Pemilihan dan Hukum Publik.

Sebelum terjun ke dunia politik, Ellison bekerja sebagai pengacara. Ayah dari Amirah, Jeremiah, Elijah, dan Isaiah, itu lantas memanfaatkan pengetahuannya untuk membantu kaum papa yang terjerat masalah hukum. Ia melakukannya di bawah naungan Legal Right Center. Ellison bertindak sebagai executive director di organisasi nirlaba tersebut.

Selagi masih menjadi mahasiswa, Ellison menemukan keyakinan baru. Ellison muda yang dibesarkan di keluarga penganut Katolik Roma lantas mengucapkan syahadat. Ketika itu, usianya masih 19 tahun.

Di bangku kuliah, Ellison kerap menulis kolom di koran kampusnya, Minnesota Daily, dengan nama Keith E Hakim. Salah satu tulisannya yang diterbitkan pada 1989 sempat menjadi kerikil yang memengaruhi perjalanan Ellison menuju kursi DPR. Tulisan tersebut memuat opini Elisson tentang kiprah Louis Farrakhan, tokoh Nation of Islam.

Diterpa masalah tersebut, Ellison menegaskan dirinya tak pernah menjadi anggota Nation of Islam. Namun, ia tidak mengingkari kedekatannya dengan Farrakhan. Ia mengaku terlibat dalam kegiatan Million Man March di Washington DC. ''Di pertengahan 1990-an, selama 18 bulan, saya memang pernah bekerja sama dengan personel Nation of Islam,'' ujarnya.

Ellison mengungkapkan dia bukanlah orang yang anti-Semit. Ia bahkan menolak segala bentuk perlakuan yang bersifat anti-Yahudi. Terlepas dari masa lalunya itu, Ellison malah pernah mendapatkan dukungan dari The American Jewish World, koran lokal Minneapolis.

Ujian buat Ellison tak berhenti di situ. Saingan dari Partai Republik, Alan Fine, menuding Ellison menerima dana kampanye dari pimpinan Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi yang oleh Fine dicap memiliki hubungan erat dengan jaringan teroris. ''Pendiri CAIR, Nihad Awad, adalah kenalan saya. Organisasi ini mengutuk terorisme,'' kata Ellison yang juga sempat dihantam isu penunggakan pajak.

Terlepas dari latar belakang etnis dan agamanya, Ellison merupakan pribadi yang mengesankan. Walikota Minneapolis, RT Rybak, berpendapat demikian. ''Ellison mampu mempersatukan orang. Dia adalah satu dari segelintir orang yang dapat membuat pihak-pihak yang berbeda paham di utara Minneapolis menjadi rukun,'' komentar Rybak.

Mantan jaksa Amerika, B Todd Jones, juga menaruh simpati pada Ellison. Ia berpendapat Ellison yang dikenalnya sejak masih menjadi mahasiswa University of Minnesota Law School mendapat perlakuan yang tidak adil dengan berembusnya isu-isu tersebut. ''Saya bisa memahami ketertarikan Ellison pada Nation of Islam. Yang jelas bukan lantaran anti-Semitisme,'' ucap Jones seperti dikutip Star Tribune.

Setelah berhasil mendapatkan kursi DPR dari 5th District, Ellison kembali menegaskan komitmennya. Sedari awal, ia selalu menekankan program yang diusungnya merupakan perjuangan bersama. ''Secara individu, kami berkomitmen pada diri sendiri untuk membangun dunia yang lebih baik, negara yang lebih baik. Kami akan memulainya dari sini, dari 5th District, mulai dari sekarang,'' tegasnya seperti dilansir http://www.kare11.com/

Sejumlah suporter Muslim berharap Ellison dapat membantu menjembatani jurang antara Muslim dan non-Muslim di AS. Sementara itu, tokoh Islam asal Philadelphia yang selalu mendukung kampanye Ellison, Adeeba Al-Zaman, menilai Ellison bisa berbuat lebih dari sekadar sumbangsih untuk agamanya. ''Yang jelas, saya mendukung dia bukan karena dia orang Islam. Saya bangga pada citra, visi, dan platform Ellison,'' kata Al-Zaman. (RioL)

(reiny dwinanda )
Berita Muallaf Swaramuslim.net

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel