Yusuf 'Roger' Maramis, Dari Evangelis Menjadi Dai
Rabu, Februari 02, 2011
Dilahirkan dengan menyandang nama besar Maramis, kehidupan yang dilalui oleh Roger Maramis sangatlah unik dan penuh tantangan. Ia merupakan keponakan dari tokoh nasionalis Kristen asal Manado dan mantan menteri keuangan Republik Indonesia yang pertama, yaitu Alexander Andris Maramis atau biasa dikenal dengan Mr AA Maramis.
Ayahnya bernama Bernardus Maramis dan merupakan adik bungsu dari AA Maramis sementara ibunya bernama Lili Amelia. Seperti keluarga yang bermarga Maramis lainnya, Roger dilahirkan dalam lingkungan Kristen yang taat.
Bahkan Ia menjadi seorang evangelis (penginjil) yang tugas utamanya melakukan ksristenisasi dengan sasaran umat Islam. Namun, hidayah dari Allah SWT akhirnya menyadarkannya. Secara mengejutkan, Roger akhirnya masuk Islam setelah berhasil mengkristenkan 99 orang Islam.
Setelah memeluk agama Islam, namanya pun diganti dengan Yusuf Syahbudin Maramis. Ia pun enggan dipanggil dengan Roger dan meminta kepada Republika memanggilnya Yusuf saja.
Yusuf dilahirkan di Malang, 26 Juni 1964. Seperti keluarga Maramis lainnya, Dahulu, dia sangat taat menjalankan ibadah Kristen. Ia kemudian masuk sekolah teologi di Bandung. Lulus dari sekolah teologi, ia kemudian menjadi seorang penginjil. Tugasnya adalah masuk ke daerah-daerah di mana banyak umat Islam namun secara ekonomi kehidupan mereka melarat. Dengan berkedok membantu secara ekonomi, Yusuf kemudian melancarkan jurus-jurusnya sebagai penginjil.
Berbagai daerah di Indonesia pernah dimasukinya. Berkat usahanya, menurut pengakuannya, sekitar 99 orang Islam berhasil dikristenkannya. ''Dari tadinya melarat, saya bantu sampai kaya. Jadi mereka pun tidak berdaya ketika saya baptis,'' ujarnya kepada Republika pekan lalu.
Namun seiring dengan kegiatannya sebagi penginjil, Yusuf selalu merenung untuk mencari kebenaran hakiki. Ia pun sering bertanya-tanya kenapa hanya orang Islam yang dijadikan target kristenisasi. Ada apa dengan Islam. Dalam hati kecilnya Ia mengakui bahwa tindakannya melakukan kristenisasi adalah tindakan yang curang. ''Saya kemudian melakukan doa malam agar ditunjukkan mana yang benar apakah Bibel atau Alquran,'' ujarnya menceritakan perenungan batinnya.
Pada fase perenungan itu, Yusuf mengaku dilanda kebingungan. ''Saya bingung, umat Kristen menuding umat Islam sebagai kafir. Begitu juga umat Islam menuding umat Kristen yang kafir,'' katanya.
Perenungan dan doanya kemudian menghasilkan sebuah pengalaman gaib pada suatu malam sekitar 1987-an. Antara sadar dan tidak, Yusuf melihat sebuah sinar masuk ke kamar tidurnya dan menerangi kamarnya dengan sangat terang dan belum pernah dialaminya seumur hidupnya.
Yusuf pun menceritakan bahwa dari kedua sinar tersebut muncul dua kitab yaitu Bibel dan Alquran. ''Namun sinar dari Alquran lebih terang dan akhirnya menutupi sinar yang keluar dari Bibel,'' katanya. Ia kemudian bertanya-tanya apakah ini petunjuk dari Tuhan kepadanya atas pergolakan batin yang dialaminya saat itu.
Kemudian secara ajaib, Alquran yang dilihatnya itu tiba-tiba terbuka pada surat Ali Imran ayat 19 yang berbunyi, ''Sesungguhnya agama yang paling mulia di sisi Allah adalah Islam''. ''Saya belum yakin apakah itu mimpi atau nyata,'' katanya. Akhirnya dengan kesibukannya sebagai penginjil, pikirannya beralih dari pengalaman itu. Namun ia tidak lupa sama sekali dengan pengalamannya itu.
Lima tahun kemudian, tepatnya 8 September 1992, Yusuf mengaku mengalami lagi kejadian tersebut dengan alur yang hampir persis sama. Dan ketika terjaga, ia yakin bahwa itu merupakan hidayah dari Allah SWT. Akhirnya ia bertekad untuk meyakini Islam sebagai agama yang benar. ''Allah telah mendengar doa saya,'' ujarnya.
Sejak saat itu, Yusuf mulai sering ke masjid untuk belajar tata cara shalat. Lama kelamaan Ia menguasai cara melakukan shalat. Selama setahun kemudian, ia telah menjalankan ibadah shalat meskipun belum mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda memeluk Islam. ''Saya berpendapat waktu itu apabila telah shalat berarti telah Islam. Sebab kalimat syahadat terucap secara langsung ketika shalat,'' ujarnya. Namun para ustadz di masjid tempat dirinya biasanya shalat, menganjurkannya untuk meresmikan masuknya ke dalam Islam dengan ikrar dua kalimat syahadat.
Alkisah, Yusuf pun menuruti anjuran para ustadz itu. Pada 25 September 1993, akhirnya Yusuf mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di Masjid Cut Meutia, Menteng Raya, Jakarta Pusat, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ikrarnya itu disaksikan sekitar dua ribu jamaah masjid dan dibimbing oleh Ustadz Abdul Aziz.
Sebenarnya, sebelum memeluk Islam, Yusuf sering berdialog dengan KH Abdullah Wasian, seorang ulama di Surabaya. Ia mengaku ingin mengajak ulama itu untuk pindah ke agama Kristen. Namun yang terjadi bukan sang kiai yang terpengaruh justru Yusuflah yang terpengaruh oleh argumen-argumen sang kiai. Dalam dialog mengenai kandungan Bibel dan Alquran, Yusuf mengaku selalu kalah argumen. ''Akhirnya saya semakin akrab dengan beliau dan ingin mendalami Islam secara sunguh-sungguh,'' ungkapnya.
Mengetahui dirinya masuk Islam, pihak keluarganya sangat berang. Bahkan ibunya sendiri sudah menganggapnya tidak ada dan tidak mau mengakui Yusuf sebagai anaknya. Sementara ayah kandungnya sudah meninggal pada 1980-an. Pihak gereja pun turun tangan dan membujuknya untuk kembali kepada agamanya dulu. Namun keyakinan Yusuf tidak berubah lagi.
Meskipun keluarga tidak melakukan intimidasi secara fisik, secara psikologis Yusuf merasa ditekan. Lontaran-lontaran kekecewaan dari keluarganya memaksanya keluar dari rumahnya. Teman-teman dekatnya pun melakukan teror lisan dan fitnah bahwa setelah masuk Islam, dirinya tidak mendapat ketenangan.
Sampai klimaksnya, Yusuf mengalami teror secara fisik dari pihak-pihak yang tidak senang dengan keputusannya masuk Islam awal tahun ini. Namun Yusuf enggan membesarkan kasus ini karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusuhan berbau SARA.
Kini, Yusuf melakukan kegiatan dakwah selain sebagai penulis di Tabloid Jumat . Ia pun sedang menulis buku dengan judul Kilas Balik Tragedi Berdarah di Bumi Halmahera. Ia berharap bukunya itu dapat terbit tahun ini juga sebagai media dakwah.
Hari-harinya kini diisi dengan misi dakwah Islam agar kaum muslimin terhindar dari praktik-praktik yang dulu dijalankannya sebagai evangelis. ''Umat Islam harus bersatu dan benar-benar mengamalkan konsep ukhuwah Islamiyah,'' ujarnya. ''Jangan biarkan saudara kita melarat karena itu akan menjadi sasaran empuk pemurtadan!'' (RioL/2002) Swaramuslim.net
Ayahnya bernama Bernardus Maramis dan merupakan adik bungsu dari AA Maramis sementara ibunya bernama Lili Amelia. Seperti keluarga yang bermarga Maramis lainnya, Roger dilahirkan dalam lingkungan Kristen yang taat.
Bahkan Ia menjadi seorang evangelis (penginjil) yang tugas utamanya melakukan ksristenisasi dengan sasaran umat Islam. Namun, hidayah dari Allah SWT akhirnya menyadarkannya. Secara mengejutkan, Roger akhirnya masuk Islam setelah berhasil mengkristenkan 99 orang Islam.
Setelah memeluk agama Islam, namanya pun diganti dengan Yusuf Syahbudin Maramis. Ia pun enggan dipanggil dengan Roger dan meminta kepada Republika memanggilnya Yusuf saja.
Yusuf dilahirkan di Malang, 26 Juni 1964. Seperti keluarga Maramis lainnya, Dahulu, dia sangat taat menjalankan ibadah Kristen. Ia kemudian masuk sekolah teologi di Bandung. Lulus dari sekolah teologi, ia kemudian menjadi seorang penginjil. Tugasnya adalah masuk ke daerah-daerah di mana banyak umat Islam namun secara ekonomi kehidupan mereka melarat. Dengan berkedok membantu secara ekonomi, Yusuf kemudian melancarkan jurus-jurusnya sebagai penginjil.
Berbagai daerah di Indonesia pernah dimasukinya. Berkat usahanya, menurut pengakuannya, sekitar 99 orang Islam berhasil dikristenkannya. ''Dari tadinya melarat, saya bantu sampai kaya. Jadi mereka pun tidak berdaya ketika saya baptis,'' ujarnya kepada Republika pekan lalu.
Namun seiring dengan kegiatannya sebagi penginjil, Yusuf selalu merenung untuk mencari kebenaran hakiki. Ia pun sering bertanya-tanya kenapa hanya orang Islam yang dijadikan target kristenisasi. Ada apa dengan Islam. Dalam hati kecilnya Ia mengakui bahwa tindakannya melakukan kristenisasi adalah tindakan yang curang. ''Saya kemudian melakukan doa malam agar ditunjukkan mana yang benar apakah Bibel atau Alquran,'' ujarnya menceritakan perenungan batinnya.
Pada fase perenungan itu, Yusuf mengaku dilanda kebingungan. ''Saya bingung, umat Kristen menuding umat Islam sebagai kafir. Begitu juga umat Islam menuding umat Kristen yang kafir,'' katanya.
Perenungan dan doanya kemudian menghasilkan sebuah pengalaman gaib pada suatu malam sekitar 1987-an. Antara sadar dan tidak, Yusuf melihat sebuah sinar masuk ke kamar tidurnya dan menerangi kamarnya dengan sangat terang dan belum pernah dialaminya seumur hidupnya.
Yusuf pun menceritakan bahwa dari kedua sinar tersebut muncul dua kitab yaitu Bibel dan Alquran. ''Namun sinar dari Alquran lebih terang dan akhirnya menutupi sinar yang keluar dari Bibel,'' katanya. Ia kemudian bertanya-tanya apakah ini petunjuk dari Tuhan kepadanya atas pergolakan batin yang dialaminya saat itu.
Kemudian secara ajaib, Alquran yang dilihatnya itu tiba-tiba terbuka pada surat Ali Imran ayat 19 yang berbunyi, ''Sesungguhnya agama yang paling mulia di sisi Allah adalah Islam''. ''Saya belum yakin apakah itu mimpi atau nyata,'' katanya. Akhirnya dengan kesibukannya sebagai penginjil, pikirannya beralih dari pengalaman itu. Namun ia tidak lupa sama sekali dengan pengalamannya itu.
Lima tahun kemudian, tepatnya 8 September 1992, Yusuf mengaku mengalami lagi kejadian tersebut dengan alur yang hampir persis sama. Dan ketika terjaga, ia yakin bahwa itu merupakan hidayah dari Allah SWT. Akhirnya ia bertekad untuk meyakini Islam sebagai agama yang benar. ''Allah telah mendengar doa saya,'' ujarnya.
Sejak saat itu, Yusuf mulai sering ke masjid untuk belajar tata cara shalat. Lama kelamaan Ia menguasai cara melakukan shalat. Selama setahun kemudian, ia telah menjalankan ibadah shalat meskipun belum mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda memeluk Islam. ''Saya berpendapat waktu itu apabila telah shalat berarti telah Islam. Sebab kalimat syahadat terucap secara langsung ketika shalat,'' ujarnya. Namun para ustadz di masjid tempat dirinya biasanya shalat, menganjurkannya untuk meresmikan masuknya ke dalam Islam dengan ikrar dua kalimat syahadat.
Alkisah, Yusuf pun menuruti anjuran para ustadz itu. Pada 25 September 1993, akhirnya Yusuf mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di Masjid Cut Meutia, Menteng Raya, Jakarta Pusat, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ikrarnya itu disaksikan sekitar dua ribu jamaah masjid dan dibimbing oleh Ustadz Abdul Aziz.
Sebenarnya, sebelum memeluk Islam, Yusuf sering berdialog dengan KH Abdullah Wasian, seorang ulama di Surabaya. Ia mengaku ingin mengajak ulama itu untuk pindah ke agama Kristen. Namun yang terjadi bukan sang kiai yang terpengaruh justru Yusuflah yang terpengaruh oleh argumen-argumen sang kiai. Dalam dialog mengenai kandungan Bibel dan Alquran, Yusuf mengaku selalu kalah argumen. ''Akhirnya saya semakin akrab dengan beliau dan ingin mendalami Islam secara sunguh-sungguh,'' ungkapnya.
Mengetahui dirinya masuk Islam, pihak keluarganya sangat berang. Bahkan ibunya sendiri sudah menganggapnya tidak ada dan tidak mau mengakui Yusuf sebagai anaknya. Sementara ayah kandungnya sudah meninggal pada 1980-an. Pihak gereja pun turun tangan dan membujuknya untuk kembali kepada agamanya dulu. Namun keyakinan Yusuf tidak berubah lagi.
Meskipun keluarga tidak melakukan intimidasi secara fisik, secara psikologis Yusuf merasa ditekan. Lontaran-lontaran kekecewaan dari keluarganya memaksanya keluar dari rumahnya. Teman-teman dekatnya pun melakukan teror lisan dan fitnah bahwa setelah masuk Islam, dirinya tidak mendapat ketenangan.
Sampai klimaksnya, Yusuf mengalami teror secara fisik dari pihak-pihak yang tidak senang dengan keputusannya masuk Islam awal tahun ini. Namun Yusuf enggan membesarkan kasus ini karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusuhan berbau SARA.
Kini, Yusuf melakukan kegiatan dakwah selain sebagai penulis di Tabloid Jumat . Ia pun sedang menulis buku dengan judul Kilas Balik Tragedi Berdarah di Bumi Halmahera. Ia berharap bukunya itu dapat terbit tahun ini juga sebagai media dakwah.
Hari-harinya kini diisi dengan misi dakwah Islam agar kaum muslimin terhindar dari praktik-praktik yang dulu dijalankannya sebagai evangelis. ''Umat Islam harus bersatu dan benar-benar mengamalkan konsep ukhuwah Islamiyah,'' ujarnya. ''Jangan biarkan saudara kita melarat karena itu akan menjadi sasaran empuk pemurtadan!'' (RioL/2002) Swaramuslim.net