Akibat Bersetubuh Di Pantai Kalap Untuk Mendapatkan Keturunan
Selasa, Juni 14, 2011
Penulis : NAFIRI
Pantai Kalap yang angker itu dipercaya berpenghuni makhluk halus yang bisa diajak berkolaborasi dengan manusia. Salah satunya untuk mendapatkan anak. Caranya, dengan bersetubuh di areal pantai tersebut. Kisah mistis berikut ini salah satu contohnya....
Ini benar-benar aneh, tapi nyata. Sepasang suami isteri muda terpaksa harus kehilangan anaknya karena digondol makhluk gaib. Ini terjadi gara-gara mereka lupa akan nazarnya. Kisah ini dialami suami isteri yang tinggal di daerah Samuda, Kec. Hanau, Kab. Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Bagaimana kisah mistisnya? Berikut penuturan keluarga pelaku kepada Penulis....
Jauhari namanya. Pria ganteng yang bekerja di kantor swasta ini menikahi seorang dara cantik bernama Ida. Namun hingga beberapa tahun usia perkawinan mereka belum juga dikaruniai anak. Padahal mereka begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam rumah tangga mereka.
Telah banyak dukun maupun dokter yang mereka hubungi, namun tak juga membuahkan hasil. Hingga akhirnya Jauhari berputus asa. Dia lebih banyak melamun daripada bekerja. Hal ini membuat Ida, isterinya jadi uring-uringan. Apalagi Jauhari sering bolos bekerja, sehingga terancam dipecat dan kehilangan penghasilan.
Untung saja atasan Jauhari masih mau mengerti dengan apa yang dirasakan oleh anak buahnya. Dengan niat tulus ingin membantu kesulitan karyawannya, suatu hari Jauhari dipanggil ke ruang kerja si Bos.
"Akhir-akhir ini aku lihat semangat kerjamu sangat menurun. Kau tahu, ini berdampak sangat tidak baik bagi perusahaan, mengingat kau menempati posisi penting di perusahaan ini. Ceritakanlah, apa sesungguhnya yang terjadi pada dirimu!" kata si Bos dengan sikap sangat familier.
"Maafkan saya, Pak! Saya memang ada masalah. Dan itu sangat mengganggu pikiran saya," jawab Jauhari. Dia menceritakan perihal yang membuat hatinya galau, yakni tentang keinginannya untuk segera mempunyai anak, tapi tidak juga kesampaian.
Mendengar itu sang Bos langsung tersenyum. "Aku punya cara untuk masalahmu ini. Tapi coba-coba dululah. Ini belum tentu berhasil," katanya.
"Cara bagaimana, Pak?" Jauhari langsung tertarik.
"Begini…," sang boss langsung mendekatkan mulutnya ke arah telinga Jauhari agar suaranya terdengar lebih jelas. ":Kau tahu lokasi Pantai Kalap kan? Lokasi yang selama ini dipandang angker tapi membawa berkah di daerah kita. Nah, kau bawalah istrimu ke sana, lalu lakukan persetubuhan. Sambil begitu kau memohonlah agar dikaruniai anak." Sang Bos lalu tersenyum. "Ini sudah dicoba oleh relasi bisnisku dulu, dan ternyata terbukti berhasil. Tapi ingat, sesudah itu kau ucapkan nazarmu apa yang akan kau lakukan kalau kau dikaruniai anak, lalu tepati janjimu itu!"
"Semudah itukah, Pak?" Jauhari terbelalak.
"Ya, kau cobalah dulu. Semoga berhasil!" Tandas si Bos.
Meski dengan hati setengah tak percaya Jauhari menuruti juga saran Bosnya. Saat hari libur tiba, dia mengajak istrinya ke tempat yang dimaksudkan.
Pagi hari itu juga mereka ke Pantai Kalap, tempat orang biasa melakukan ritual untuk berbagai macam hajat. Memang, sebagaian orang menganggap tempat ini merupakan sarang makhluk halus.
Setelah mereka sampai di Pantai Kalap yang letaknya sekitar 100 Km. dari kota Sampit, keduanya turun dari sepeda motor. Lalu, di semak-semak di pinggir pantai keduanya melakukan percumbuan hingga Jauhari terpancing gairahnya. Lalu dia melepas seluruh pakaiannya. Karuan saja hal ini membuat istrinya terbelalak sambil tersenyum geli. Tapi dia juga akhirnya melepas seluruh pakaiannya.
Begitulah, hari sudah menjelang sore ketika keduanya selesai berasik masyuk. Keduanya berkeringat dan terengah-engah. Lalu cepat-cepat memakai baju masing-masing.
"Apa benar kita akan segera punya anak, Bang?" tanya Ida, penuh harap.
"Mudah-mudahan saja. Kita hanya berusaha, Tuhanlah yang menentukan. Yang penting kita harus banyak-banyak berdoa," jawab Jauhari.
Anehnya, sebulan sesudah peristiwa itu, ternyata Ida memang benar-benar hamil. Hal ini tentu saja membuat Jauhari bagaikan bermimpi. Dia terbelalak seakan-akan tidak percaya melihat hasil pemeriksaan di Rumah Sakit.
"Kamu benar-benar hamil, Dik!" cetusnya dengan rasa bangga.
"Iya, Bang! Aku benar-benar hamil! Dan itu berarti kita akan punya anak," kata Ida yang juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Alangkah bahagianya hati Jauhari dan isterinya saat itu.
"Kalau anakku lahir nanti, aku akan kelilingi pulau Kalimantan ini tujuh kali, Deh!" kata Jauhari sambil tertawa. Maksudnya cuma main-main. Tapi anehnya, bersamaan dengan ucapannya itu tiba-tiba petir menyambar. Keduanya kaget. Lalu mereka sama-sama terdiam.
"Suara apa itu, Bang?" Tanya Ida, cemas.
"Ya suara petir. Memangnya suara apa?" Jauhari bagai tidak peduli karena kegembiraan hatinya.
Hari-hari berikutnya, keduanya terus merasakan kegembiraan menanti kelahiran anak pertama. Akhirnya, anak pertama mereka lahir. Keduanya merasa sangat bersyukur karena mereka dikaruniai anak laki-laki. Yang lucu dan menggemaskan, yang kata sebagian orang sangat mirip dengan bapaknya.
"Selamat aku ucapkan kepada kalian! Kalian beruntung bisa mendapatkan anak setelah sekian lama dinanti-nantikan," kata sang Bos ketika mendengar berita kelahiran anak Jauhari.
"Kami memang sangat bersyukur. Ini berkat petunjuk Bapak. Lokasi Pantai Kalap itu benar-benar hebat, Pak! Sungguh luar biasa!” Kata Jauhari berapi-api.
"Husy, Abang jangan berkata begitu! Itu sirik namanya, Nang!" Ida coba mengingatkan.
Sang Bos malah tertawa. "Istrimu itu benar. Kau harus banyak-banyak bersyukur kepada Tuhan," katanya. “Tapi…ngomong-ngomong kau janji apa waktu itu di Pantai Kalap?” tanyanya setelah diam sejenak.
Sejenak hening di antara mereka. Jauhari sendiri bingung, sebab waktu itu dia tidak berjanji apa-apa.
"Kalau kau malu mengatakannya, ya tidak apa-apa. Tapi mesti diingat bahwa janjimu setelah berhajat di sana harus kau tepati," kata sang Bos lagi.
"Tapi kami tidak berjanji apa-apa," kata Jauhari spontan.
Jawaban ini membuat sang Bos mengerutkan alisnya. "Tidak berjanji apa-apa? Ah, tidak mungkin! Bagaimana anak kalian bisa lahir?” ujarnya, seperti bingung.
Jauhari dan istrinya kembali saling berpandangan. Namun, Ida tiba-tiba berucap, "Waktu mendapatkan tes positif kehamilanku Bang Jauhari cuma bilang, jika bayi kami lahir nanti Bang Jauhari akan berkeliling pulau Kalimantan sebanyak tujuh kali."
"Ah, tapi aku cuma main-main!" sahut Jauharu, cepat. Dia agak terlihat gugup di hadapan Bosnya.
"Mudah-mudahan tidak apa-apa. Tapi lain kali aku menyarankan kalian harus lebih hati-hati lagi jika mengucapkan janji. Apalagi yang menyangkut urusan Pantai Kalap," kata sang Boss.
***
Waktu terus berlalu. Tak terasa Jauhari dan Ida sudah tiga tahun merasakan kebahagiaan mempunyai seorang anak. Tak terasa pula Jauhari sudah melupakan janjinya di masa lalu, yang dia ucapkan sewaktu istrinya positif mengandung. Dan selama itu, ternyata tidak terjadi keanehan apa pun.
Memang, janji terkadang sulit ditepati. Apalagi janji yang menyangkut hal yang mustahil untuk kita laksanakan. Tapi itulah janji. Kadang-kadang, sebagian dari janji yang kita ingkari malah bisa membawa malapetaka bagi diri kita. Seperti halnya Jauhari yang telah mengingkari janjinya.
Hari masih pagi ketika Jauhari terkejut mendengar jeritan Ida, istrinya, “Baaang…Abaang!" Dia berteriak dari dalam rumah.
Jauhari bergegas mendatangi istrinya. "Ada apa? Pagi-pagi kok ribut," tanyanya.
Ida masih kelihatan bingung. "Si Ucit kemana? Tadi waktu aku ke dapur dia masih di kamar ini. Tapi waktu aku balik ke kamar, dia sudah tak ada lagi."
"Mana aku tahu! Mama lihat sendiri kan, dari tadi aku sedang asyik membersihkan halaman. Mungkin dia keluar sendiri dan bermain,: kata Jauhari. "Cobalah kita cari di halaman belakang. Siapa tahu si Ucit ada di sana.”
Keduanya jadi sibuk mencari-cari. Tapi si Ucit tidak juga mereka ketemukan. Bahkan keduanya menggeledah seisi rumah, sampai ke halaman tetangga segala.
"Kemana ya perginya anak itu? Tidak biasanya dia seperti ini,” keluh Ida, kian cemas. Keringatnya bercucuran. Dia mulai khawatir, jangan-jangan putranya menjadi korban penculikan.
Keduanya terus sibuk mencari-cari. Tapi hingga sore menjelang Ucit tak jua mereka ketemukan. Keduanya pun semakin panik. Ida malah sudah berkali-kali menangis.
Jauhari sendiri bingung harus berbuat apa. Untung saja para tetangga langsung berdatangan dan turut mencari di sekitar rumah. Setelah sekian lama mencari di mana keberadaan Ucit, tiba-tiba salah seorang tetangga yang bernama Parno berteriak, "Hei, anakmu ada di sini! Ada di dalam kamar ini!"
Semuanya tersentak mendatangi arah suara Parno. Aneh, di kamar itu mereka mendapati Ucit sedang asik bermain dengan mobil mainannya. Semuanya bingung. Bingung karena waktu mencari-cari tadi Ucit tidak berada di kamar itu, tapi sekarang tiba-tiba sudah berada di dalamnya. Padahal, entah sudah berapa kali kamar itu diobrak-abrik namun Ucit tidak ada di sana.
Ida menangis terisak-isak sambil memeluk anak itu. “Ucit, kami ke mana saja, Nak?" tanyanya sambil membelai-belai rambut Ucit yang lebat.
"Ucit diajak Bibi jalan-jalan," jawab Ucit dengan suara yang masih agak pelat. Dia sendiri tampak bingung melihat tetangga berdatangan. Semuanya mengerubung di dalam kamar itu.
"Bibi? Bibi yang mana?" bertanya Jauhari sambil mengerutkan keningnya.
"Bibi yang naik dan bisa terbang ke atas!" anak itu menunjuk ke langit-langit kamar. Semuanya menengadah ke sana. Tapi mereka tak menemukan sesuatu apapun.
"Bibi Dewi cantik sekali. Ucit suka sama dia!" anak itu terus berceloteh membuat yang hadir saling berpandangan.
"Perasaan di er-te kita ini tak ada warga yang bernama Dewi,” celetuk seorang tetangga bernama Ridwan.
Sementara itu, Jauhari merasakan hatinya berdesir aneh. "Ucit diajak kemana saja?" selidiknya.
"Jauh sekali, Ayah! Ucit ke istana. Uh, enak sekali. Ucit nanti sore mau dijemput Bibi lagi, disuruh tinggal di istana. Bibi Dewi baik...baik sekali!" jelas Ucit. Kemudian dia tertawa lucu sehingga membuat yang melihatnya ternganga.
"Astagfirullah! Jangan-jangan anakmu digondol dedemit, Jo!" Ridwan terbelalak ngeri.
"Ah, kamu jangan ngaco!" sergah Parno.
Tapi Jauhari merasakan hal yang sama. Dia menangkap suatu ketidakberesan telah terjadi di rumahnya. Anak kecil sebaya Ucit biasanya jarang sekali berbohong.
"Sudahlah! Yang penting anakku sudah ditemukan. Aku berterima kasih sekali kepada kalian. Hampir saja aku berpikir bahwa anakku menjadi korban penculikan," katanya berusaha mengakhiri perdebatan.
Pukul setengah lima sore para tetangga yang berkerumun itu membubarkan diri untuk masing-masing pulang ke rumahnya. Begitu para tetangga sepi, Jauhari dan Ida pun kembali melakukan aktivitasnya.
Namun, selesai menyiram bunga dan bermaksud akan berbalik ke dalam rumah, hidung Jauhari merasakan aroma seperti bunga kenanga. Harum semerbak.
"Bau darimana ini ya?" pikirnya. Saat dia mengambil sapu lidi di dalam rumah, bau aroma bunga itu semakin tajam. Bahkan menyengat hidung.
Jauhari tengok kanan- kiri mencari sumber asal bau itu. Baru saja dia akan masuk ke dalam rumah untuk menemui isterinya, tiba-tiba terdengar suara bernada tajam, "Kau sibuk mencariku bukan?"
Jauhari tersentak kaget. Dia cepat-cepat menoleh ke arah asal suara. Di belakangnya berdiri seorang perempuan bergaun merah. Cantik sekali, bagaikan bidadari dari kayangan. Jauhari terpana melihatnya.
"Si...si...siapa kau?” Jauhari tergagap. Dia mundur selangkah demi menyadari bahwa aroma bunga kenanga yang tercium tadi adalah berasal dari tubuh perempuan itu.
"Aku? Ah, rasanya kau tak perlu tahu! Tapi aku datang ke sini untuk mengingatkan kau akan janjimu dulu. Ingatlah, kau pernah berjanji apa sewaktu isterimu mengandung sebagai hasil hubungan intim yang kalian lakukan di Pantai Kalap, di beranda istanaku?"
"Aku…aku…," Jauhari semakin gagap.
"Kuingatkan, Jauhari! Waktu lima tahun bukanlah waktu yang singkat buat menepati sebuah janji!"
"Tapi aku…."
"Sudahlah! Aku sudah cukup memberi masa yang panjang untukmu. Sekarang tiba waktuku untuk mengambil anak itu!"
"Ja...jangan! Dia anakku, anakku satu-satunya!" Jauhari menjerit ketakutan. Keringat dingin di tubuhnya bercucuran. Dia bersimpuh di hadapan perempuan itu sambil menangis.
Saat itulah Ucit muncul di pintu. Dia menatap lucu ke arah perempuan jelita itu. "Hiii, Bibi Dewi datang. Asyiiik…!” cetusnya untuk kemudian menghambur ke pelukan perempuan cantik itu yang serta merta menggendongnya.
"Kita jalan-jalan ke istana lagi, yuk!" ajak Ucit dengan lugunya.
Sementara, Jauhari hanya melongo. Wajahnya pucat. “Ucit, jangan pergi, Nak!" pintanya sambil terus menangis.
"Kau jangan khawatir, Jauhari. Sewaktu-waktu Ucit masih bisa datang kepadamu. Terutama di malam Jum'at. Sediakanlah kopi pahit untuknya, juga sebutir telur ayam kampung. Dengan demikian dia akan selalu membantumu bilamana kau kesulitan. Percayalah!" kata perempuan itu.
Setelah itu dia menjentikkan jarinya. Seketika lenyap meninggalkan asap tipis yang membubung ke angkasa lalu menghilang tersapu angin.
Jauhari menggigil badannya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Dia baru sadar dari keterpukauannya ketika mendengar isterinya memanggil.
"Bang, Ucit ke mana lagi?" tanya Ida sambil terpaku.
Jauhari merasakan mulutnya sulit untuk digerakkan, "Dia… dia…!" kata-kata ini tak bisa diteruskannya. Saat isterinya mendekat, Jauhari sudah keburu jatuh pingsan!
***
Hari-hari yang menyedihkan! Bagitulah yang dirasakan Jauhari bersama Ida, isterinya. Mereka hanya bisa meratapi nasibnya karena kehilangan anak yang sangat mereka sayangi.
Namun, sesuai janji Dewi penguasa Pantai Kalai itu, di waktu-waktu tertentu Ucit memang masih mau mendatangi kedua orang tuanya. Namun dia telah berubah. Ucit yang dulu lucu kerap datang dalam wujud raksasa yang menakutkan, yang kemunculannya selalu ditandai dengan angin ribut di sekitar rumah Jauhari.
Angin ribut itu hingga kini dipercaya warga sekitarnya sebagai pertanda akan munculnya raksasa hasil perpaduan antara gaib dan nyata itu. Entah benar atau tidak. Yang pasti, masyarakat sekitarnya setiap malam Jum'at acapkali mendengar Jauhari dan isterinya bercakap-cakap dengan sesuatu yang tak nampak di mata mereka. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa biarpun si kecil Ucit telah berpindah ke alam gaib, namun tak akan pernah bisa melupakan kedua orang tuanya.
Pantai Kalap yang angker itu dipercaya berpenghuni makhluk halus yang bisa diajak berkolaborasi dengan manusia. Salah satunya untuk mendapatkan anak. Caranya, dengan bersetubuh di areal pantai tersebut. Kisah mistis berikut ini salah satu contohnya....
Ini benar-benar aneh, tapi nyata. Sepasang suami isteri muda terpaksa harus kehilangan anaknya karena digondol makhluk gaib. Ini terjadi gara-gara mereka lupa akan nazarnya. Kisah ini dialami suami isteri yang tinggal di daerah Samuda, Kec. Hanau, Kab. Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Bagaimana kisah mistisnya? Berikut penuturan keluarga pelaku kepada Penulis....
Jauhari namanya. Pria ganteng yang bekerja di kantor swasta ini menikahi seorang dara cantik bernama Ida. Namun hingga beberapa tahun usia perkawinan mereka belum juga dikaruniai anak. Padahal mereka begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam rumah tangga mereka.
Telah banyak dukun maupun dokter yang mereka hubungi, namun tak juga membuahkan hasil. Hingga akhirnya Jauhari berputus asa. Dia lebih banyak melamun daripada bekerja. Hal ini membuat Ida, isterinya jadi uring-uringan. Apalagi Jauhari sering bolos bekerja, sehingga terancam dipecat dan kehilangan penghasilan.
Untung saja atasan Jauhari masih mau mengerti dengan apa yang dirasakan oleh anak buahnya. Dengan niat tulus ingin membantu kesulitan karyawannya, suatu hari Jauhari dipanggil ke ruang kerja si Bos.
"Akhir-akhir ini aku lihat semangat kerjamu sangat menurun. Kau tahu, ini berdampak sangat tidak baik bagi perusahaan, mengingat kau menempati posisi penting di perusahaan ini. Ceritakanlah, apa sesungguhnya yang terjadi pada dirimu!" kata si Bos dengan sikap sangat familier.
"Maafkan saya, Pak! Saya memang ada masalah. Dan itu sangat mengganggu pikiran saya," jawab Jauhari. Dia menceritakan perihal yang membuat hatinya galau, yakni tentang keinginannya untuk segera mempunyai anak, tapi tidak juga kesampaian.
Mendengar itu sang Bos langsung tersenyum. "Aku punya cara untuk masalahmu ini. Tapi coba-coba dululah. Ini belum tentu berhasil," katanya.
"Cara bagaimana, Pak?" Jauhari langsung tertarik.
"Begini…," sang boss langsung mendekatkan mulutnya ke arah telinga Jauhari agar suaranya terdengar lebih jelas. ":Kau tahu lokasi Pantai Kalap kan? Lokasi yang selama ini dipandang angker tapi membawa berkah di daerah kita. Nah, kau bawalah istrimu ke sana, lalu lakukan persetubuhan. Sambil begitu kau memohonlah agar dikaruniai anak." Sang Bos lalu tersenyum. "Ini sudah dicoba oleh relasi bisnisku dulu, dan ternyata terbukti berhasil. Tapi ingat, sesudah itu kau ucapkan nazarmu apa yang akan kau lakukan kalau kau dikaruniai anak, lalu tepati janjimu itu!"
"Semudah itukah, Pak?" Jauhari terbelalak.
"Ya, kau cobalah dulu. Semoga berhasil!" Tandas si Bos.
Meski dengan hati setengah tak percaya Jauhari menuruti juga saran Bosnya. Saat hari libur tiba, dia mengajak istrinya ke tempat yang dimaksudkan.
Pagi hari itu juga mereka ke Pantai Kalap, tempat orang biasa melakukan ritual untuk berbagai macam hajat. Memang, sebagaian orang menganggap tempat ini merupakan sarang makhluk halus.
Setelah mereka sampai di Pantai Kalap yang letaknya sekitar 100 Km. dari kota Sampit, keduanya turun dari sepeda motor. Lalu, di semak-semak di pinggir pantai keduanya melakukan percumbuan hingga Jauhari terpancing gairahnya. Lalu dia melepas seluruh pakaiannya. Karuan saja hal ini membuat istrinya terbelalak sambil tersenyum geli. Tapi dia juga akhirnya melepas seluruh pakaiannya.
Begitulah, hari sudah menjelang sore ketika keduanya selesai berasik masyuk. Keduanya berkeringat dan terengah-engah. Lalu cepat-cepat memakai baju masing-masing.
"Apa benar kita akan segera punya anak, Bang?" tanya Ida, penuh harap.
"Mudah-mudahan saja. Kita hanya berusaha, Tuhanlah yang menentukan. Yang penting kita harus banyak-banyak berdoa," jawab Jauhari.
Anehnya, sebulan sesudah peristiwa itu, ternyata Ida memang benar-benar hamil. Hal ini tentu saja membuat Jauhari bagaikan bermimpi. Dia terbelalak seakan-akan tidak percaya melihat hasil pemeriksaan di Rumah Sakit.
"Kamu benar-benar hamil, Dik!" cetusnya dengan rasa bangga.
"Iya, Bang! Aku benar-benar hamil! Dan itu berarti kita akan punya anak," kata Ida yang juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Alangkah bahagianya hati Jauhari dan isterinya saat itu.
"Kalau anakku lahir nanti, aku akan kelilingi pulau Kalimantan ini tujuh kali, Deh!" kata Jauhari sambil tertawa. Maksudnya cuma main-main. Tapi anehnya, bersamaan dengan ucapannya itu tiba-tiba petir menyambar. Keduanya kaget. Lalu mereka sama-sama terdiam.
"Suara apa itu, Bang?" Tanya Ida, cemas.
"Ya suara petir. Memangnya suara apa?" Jauhari bagai tidak peduli karena kegembiraan hatinya.
Hari-hari berikutnya, keduanya terus merasakan kegembiraan menanti kelahiran anak pertama. Akhirnya, anak pertama mereka lahir. Keduanya merasa sangat bersyukur karena mereka dikaruniai anak laki-laki. Yang lucu dan menggemaskan, yang kata sebagian orang sangat mirip dengan bapaknya.
"Selamat aku ucapkan kepada kalian! Kalian beruntung bisa mendapatkan anak setelah sekian lama dinanti-nantikan," kata sang Bos ketika mendengar berita kelahiran anak Jauhari.
"Kami memang sangat bersyukur. Ini berkat petunjuk Bapak. Lokasi Pantai Kalap itu benar-benar hebat, Pak! Sungguh luar biasa!” Kata Jauhari berapi-api.
"Husy, Abang jangan berkata begitu! Itu sirik namanya, Nang!" Ida coba mengingatkan.
Sang Bos malah tertawa. "Istrimu itu benar. Kau harus banyak-banyak bersyukur kepada Tuhan," katanya. “Tapi…ngomong-ngomong kau janji apa waktu itu di Pantai Kalap?” tanyanya setelah diam sejenak.
Sejenak hening di antara mereka. Jauhari sendiri bingung, sebab waktu itu dia tidak berjanji apa-apa.
"Kalau kau malu mengatakannya, ya tidak apa-apa. Tapi mesti diingat bahwa janjimu setelah berhajat di sana harus kau tepati," kata sang Bos lagi.
"Tapi kami tidak berjanji apa-apa," kata Jauhari spontan.
Jawaban ini membuat sang Bos mengerutkan alisnya. "Tidak berjanji apa-apa? Ah, tidak mungkin! Bagaimana anak kalian bisa lahir?” ujarnya, seperti bingung.
Jauhari dan istrinya kembali saling berpandangan. Namun, Ida tiba-tiba berucap, "Waktu mendapatkan tes positif kehamilanku Bang Jauhari cuma bilang, jika bayi kami lahir nanti Bang Jauhari akan berkeliling pulau Kalimantan sebanyak tujuh kali."
"Ah, tapi aku cuma main-main!" sahut Jauharu, cepat. Dia agak terlihat gugup di hadapan Bosnya.
"Mudah-mudahan tidak apa-apa. Tapi lain kali aku menyarankan kalian harus lebih hati-hati lagi jika mengucapkan janji. Apalagi yang menyangkut urusan Pantai Kalap," kata sang Boss.
***
Waktu terus berlalu. Tak terasa Jauhari dan Ida sudah tiga tahun merasakan kebahagiaan mempunyai seorang anak. Tak terasa pula Jauhari sudah melupakan janjinya di masa lalu, yang dia ucapkan sewaktu istrinya positif mengandung. Dan selama itu, ternyata tidak terjadi keanehan apa pun.
Memang, janji terkadang sulit ditepati. Apalagi janji yang menyangkut hal yang mustahil untuk kita laksanakan. Tapi itulah janji. Kadang-kadang, sebagian dari janji yang kita ingkari malah bisa membawa malapetaka bagi diri kita. Seperti halnya Jauhari yang telah mengingkari janjinya.
Hari masih pagi ketika Jauhari terkejut mendengar jeritan Ida, istrinya, “Baaang…Abaang!" Dia berteriak dari dalam rumah.
Jauhari bergegas mendatangi istrinya. "Ada apa? Pagi-pagi kok ribut," tanyanya.
Ida masih kelihatan bingung. "Si Ucit kemana? Tadi waktu aku ke dapur dia masih di kamar ini. Tapi waktu aku balik ke kamar, dia sudah tak ada lagi."
"Mana aku tahu! Mama lihat sendiri kan, dari tadi aku sedang asyik membersihkan halaman. Mungkin dia keluar sendiri dan bermain,: kata Jauhari. "Cobalah kita cari di halaman belakang. Siapa tahu si Ucit ada di sana.”
Keduanya jadi sibuk mencari-cari. Tapi si Ucit tidak juga mereka ketemukan. Bahkan keduanya menggeledah seisi rumah, sampai ke halaman tetangga segala.
"Kemana ya perginya anak itu? Tidak biasanya dia seperti ini,” keluh Ida, kian cemas. Keringatnya bercucuran. Dia mulai khawatir, jangan-jangan putranya menjadi korban penculikan.
Keduanya terus sibuk mencari-cari. Tapi hingga sore menjelang Ucit tak jua mereka ketemukan. Keduanya pun semakin panik. Ida malah sudah berkali-kali menangis.
Jauhari sendiri bingung harus berbuat apa. Untung saja para tetangga langsung berdatangan dan turut mencari di sekitar rumah. Setelah sekian lama mencari di mana keberadaan Ucit, tiba-tiba salah seorang tetangga yang bernama Parno berteriak, "Hei, anakmu ada di sini! Ada di dalam kamar ini!"
Semuanya tersentak mendatangi arah suara Parno. Aneh, di kamar itu mereka mendapati Ucit sedang asik bermain dengan mobil mainannya. Semuanya bingung. Bingung karena waktu mencari-cari tadi Ucit tidak berada di kamar itu, tapi sekarang tiba-tiba sudah berada di dalamnya. Padahal, entah sudah berapa kali kamar itu diobrak-abrik namun Ucit tidak ada di sana.
Ida menangis terisak-isak sambil memeluk anak itu. “Ucit, kami ke mana saja, Nak?" tanyanya sambil membelai-belai rambut Ucit yang lebat.
"Ucit diajak Bibi jalan-jalan," jawab Ucit dengan suara yang masih agak pelat. Dia sendiri tampak bingung melihat tetangga berdatangan. Semuanya mengerubung di dalam kamar itu.
"Bibi? Bibi yang mana?" bertanya Jauhari sambil mengerutkan keningnya.
"Bibi yang naik dan bisa terbang ke atas!" anak itu menunjuk ke langit-langit kamar. Semuanya menengadah ke sana. Tapi mereka tak menemukan sesuatu apapun.
"Bibi Dewi cantik sekali. Ucit suka sama dia!" anak itu terus berceloteh membuat yang hadir saling berpandangan.
"Perasaan di er-te kita ini tak ada warga yang bernama Dewi,” celetuk seorang tetangga bernama Ridwan.
Sementara itu, Jauhari merasakan hatinya berdesir aneh. "Ucit diajak kemana saja?" selidiknya.
"Jauh sekali, Ayah! Ucit ke istana. Uh, enak sekali. Ucit nanti sore mau dijemput Bibi lagi, disuruh tinggal di istana. Bibi Dewi baik...baik sekali!" jelas Ucit. Kemudian dia tertawa lucu sehingga membuat yang melihatnya ternganga.
"Astagfirullah! Jangan-jangan anakmu digondol dedemit, Jo!" Ridwan terbelalak ngeri.
"Ah, kamu jangan ngaco!" sergah Parno.
Tapi Jauhari merasakan hal yang sama. Dia menangkap suatu ketidakberesan telah terjadi di rumahnya. Anak kecil sebaya Ucit biasanya jarang sekali berbohong.
"Sudahlah! Yang penting anakku sudah ditemukan. Aku berterima kasih sekali kepada kalian. Hampir saja aku berpikir bahwa anakku menjadi korban penculikan," katanya berusaha mengakhiri perdebatan.
Pukul setengah lima sore para tetangga yang berkerumun itu membubarkan diri untuk masing-masing pulang ke rumahnya. Begitu para tetangga sepi, Jauhari dan Ida pun kembali melakukan aktivitasnya.
Namun, selesai menyiram bunga dan bermaksud akan berbalik ke dalam rumah, hidung Jauhari merasakan aroma seperti bunga kenanga. Harum semerbak.
"Bau darimana ini ya?" pikirnya. Saat dia mengambil sapu lidi di dalam rumah, bau aroma bunga itu semakin tajam. Bahkan menyengat hidung.
Jauhari tengok kanan- kiri mencari sumber asal bau itu. Baru saja dia akan masuk ke dalam rumah untuk menemui isterinya, tiba-tiba terdengar suara bernada tajam, "Kau sibuk mencariku bukan?"
Jauhari tersentak kaget. Dia cepat-cepat menoleh ke arah asal suara. Di belakangnya berdiri seorang perempuan bergaun merah. Cantik sekali, bagaikan bidadari dari kayangan. Jauhari terpana melihatnya.
"Si...si...siapa kau?” Jauhari tergagap. Dia mundur selangkah demi menyadari bahwa aroma bunga kenanga yang tercium tadi adalah berasal dari tubuh perempuan itu.
"Aku? Ah, rasanya kau tak perlu tahu! Tapi aku datang ke sini untuk mengingatkan kau akan janjimu dulu. Ingatlah, kau pernah berjanji apa sewaktu isterimu mengandung sebagai hasil hubungan intim yang kalian lakukan di Pantai Kalap, di beranda istanaku?"
"Aku…aku…," Jauhari semakin gagap.
"Kuingatkan, Jauhari! Waktu lima tahun bukanlah waktu yang singkat buat menepati sebuah janji!"
"Tapi aku…."
"Sudahlah! Aku sudah cukup memberi masa yang panjang untukmu. Sekarang tiba waktuku untuk mengambil anak itu!"
"Ja...jangan! Dia anakku, anakku satu-satunya!" Jauhari menjerit ketakutan. Keringat dingin di tubuhnya bercucuran. Dia bersimpuh di hadapan perempuan itu sambil menangis.
Saat itulah Ucit muncul di pintu. Dia menatap lucu ke arah perempuan jelita itu. "Hiii, Bibi Dewi datang. Asyiiik…!” cetusnya untuk kemudian menghambur ke pelukan perempuan cantik itu yang serta merta menggendongnya.
"Kita jalan-jalan ke istana lagi, yuk!" ajak Ucit dengan lugunya.
Sementara, Jauhari hanya melongo. Wajahnya pucat. “Ucit, jangan pergi, Nak!" pintanya sambil terus menangis.
"Kau jangan khawatir, Jauhari. Sewaktu-waktu Ucit masih bisa datang kepadamu. Terutama di malam Jum'at. Sediakanlah kopi pahit untuknya, juga sebutir telur ayam kampung. Dengan demikian dia akan selalu membantumu bilamana kau kesulitan. Percayalah!" kata perempuan itu.
Setelah itu dia menjentikkan jarinya. Seketika lenyap meninggalkan asap tipis yang membubung ke angkasa lalu menghilang tersapu angin.
Jauhari menggigil badannya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Dia baru sadar dari keterpukauannya ketika mendengar isterinya memanggil.
"Bang, Ucit ke mana lagi?" tanya Ida sambil terpaku.
Jauhari merasakan mulutnya sulit untuk digerakkan, "Dia… dia…!" kata-kata ini tak bisa diteruskannya. Saat isterinya mendekat, Jauhari sudah keburu jatuh pingsan!
***
Hari-hari yang menyedihkan! Bagitulah yang dirasakan Jauhari bersama Ida, isterinya. Mereka hanya bisa meratapi nasibnya karena kehilangan anak yang sangat mereka sayangi.
Namun, sesuai janji Dewi penguasa Pantai Kalai itu, di waktu-waktu tertentu Ucit memang masih mau mendatangi kedua orang tuanya. Namun dia telah berubah. Ucit yang dulu lucu kerap datang dalam wujud raksasa yang menakutkan, yang kemunculannya selalu ditandai dengan angin ribut di sekitar rumah Jauhari.
Angin ribut itu hingga kini dipercaya warga sekitarnya sebagai pertanda akan munculnya raksasa hasil perpaduan antara gaib dan nyata itu. Entah benar atau tidak. Yang pasti, masyarakat sekitarnya setiap malam Jum'at acapkali mendengar Jauhari dan isterinya bercakap-cakap dengan sesuatu yang tak nampak di mata mereka. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa biarpun si kecil Ucit telah berpindah ke alam gaib, namun tak akan pernah bisa melupakan kedua orang tuanya.