Bercinta Dengan Roh Nenek Pewaris Ilmu Susuk Wijayakusuma
Selasa, Juni 14, 2011
Penulis : EKO HARTONO
Namanya Susuk Aji Wijayakusuma. Konon, ilmu ini bisa menjadikan pemakainya menjadi awet muda dan mampu memikat laki-laki. Seperti halnya kembang Wijayakusuma yang senantiasa mekar di kala bulan purnama tiba....
Setiap kali tiba bulan purnama, hati Pardi serasa disiram air bunga. Aroma keharumannya begitu memabukan jiwa, membuat Pardi serasa menemukan gairah muda yang menggelora. Pada saat seperti itulah dia bisa bertemu dan bercinta dengan gadis muda nan cantik bernama Yani.
Tapi anehnya, gadis yang dikencaninya itu tak pernah dikenal sebelumnya dan tidak diketahui asal-usulnya. Baru beberapa waktu kemudian dia mengetahui kalau ternyata wanita yang bercinta dengannya itu tak lain adalah penjelmaan roh gaib. Lebih gilanya lagi, wanita gaib itu tak lain adalah arwah neneknya sendiri.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ikuti kisah mistis berikut ini:
Waktu itu Pardi baru pulang dari kondangan di tempat saudaranya di desa tetangga. Dengan berjalan kaki, Pardi sendirian menyusuri jalan desa tak beraspal yang sepi dan senyap. Untung malam itu bulan purnama bertengger di atas langit. Sehingga Pardi tidak perlu membawa senter untuk menerangi perjalanannya.
Saat melintas di sebuah bukit kecil dekat persawahan, tiba-tiba Pardi melihat sosok seorang perempuan berambut panjang duduk di atas sebuah batu besar. Tadinya Pardi mengira perempuan itu peri atau kuntilanak. Tapi setelah dilihatnya kaki perempuan itu menginjak tanah, hati Pardi jadi tenang.
Dia lalu mendekati perempuan itu. Ketika sudah sampai di hadapannya tampaklah dengan jelas wajah perempuan itu diterpa cahaya rembulan. Ternyata, dia masih muda dan cantik. Pardi menelan air liurnya, merasa takjub melihat kecantikan si wanita. Dasar Pardi mata keranjang, dia jadi penasaran dan ingin berkenalan dengan gadis itu.
"Siapa namamu? Kenapa malam-malam berada di tempat ini sendirian? Apa kamu tidak takut?" pertanyaan ini meluncur deras dari mulut Pardi.
"Namaku Yani. Aku sedang menikmati indahnya bulan purnama. Aku tidak takut berada di sini sendirian, karena aku sudah sering berada di sini setiap bulan purnama," jawab gadis itu dengan nada menggemaskan.
"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Sepertinya kamu bukan warga kampung ini. Kamu tinggal dimana?"
"Aku memang bukan warga sini. Aku tinggal di pinggiran hutan bersama si Mboku, namanya Mbok Marijem. Beliau suka mencari tanaman dan akar hutan untuk dijadikan bahan jamu. Sampenyan pasti pernah mendengar namanya."
Pardi diam dan merenung sejenak. Rasanya dia belum pernah mendengar nama Mbok Marijem yang tinggal di pinggiran hutan itu. Tapi biar tidak mengecewakan gadis itu, dia pun mengangguk-angguk. Bagi Pardi tak peduli apakah dirinya kenal atau tidak dengan Mbok Mariyem, yang penting dia bisa berkenalan dan dekat dengan Yani.
"Ya...ya...aku mengenalnya!" jawab Pardi dengan mantap. "Oh ya, boleh aku ikut duduk di sini menemanimu?" katanya lagi.
"Silahkan, Mas. Aku malah senang ada yang menemani. Nama Mas sendiri siapa sih ?" sahut Yani sambil tersenyum penuh arti.
"Namaku Pardi. Omong-omong, nanti kekasih Dik Yani marah melihat aku duduk berdua denganmu?"
"Aku belum punya kekasih kok, Mas."
"Ah, masak gadis secantik kamu belum punya pacar?"
"Sungguh, Mas! Gadis kampung macam aku mana ada yang mau?"
"Ah, siapa bilang? Aku mau kok jadi kekasih Dik Yani!" rayuan gombal Pardi mulai keluar.
"Jangan ah! Nanti isteri Mas Pardi marah?" sahut Yani.
"Aku belum punya isteri kok !" ujar Pardi dengan mantap.
Rupanya Yani percaya dengan ucapan Pardi. Atau pada dasarnya dia gadis yang masih polos dan lugu. Ketika Pardi mencoba duduk merapat, Yani tidak menolak. Hal ini membuat Pardi semakin berani. Dia lalu memegang tangan Yani dan membelai rambutnya. Seperti dua insan remaja yang sedang dimabuk asmara keduanya bercengkerama dan bercanda ria.
Pertemuan pertama pada malam itu sangat berkesan dalam hati Pardi. Dia lalu ingin melanjutkan kembali pertemuannya dengan Yani. Tapi sayangnya, Yani menolak Pardi datang ke rumahnya. Soalnya Yani mengaku nanti akan dimarahi oleh si Mboknya. Yani hanya mau bertemu dengan Pardi di bukit itu pada malam hari.
Pardi pun menuruti permintaan Yani. Lagi pula dia sendiri juga tak mau pertemuannya dengan Yani diketahui orang lain, terlebih ketahuan isterinya.
Maka, pada malam kedua Pardi dan Yani kembali bertemu di bukit ujung desa. Mereka bercengkerama di bawah sorot sinar bulan purnama. Hubungan keduanya yang begitu dekat seperti sepasang kekasih. Bahkan Pardi yang sudah tak kuasa menahan hasratnya mulai berani menggerayangi bagian tubuh Yani yang sensitif.
Pardi membisikan ajakan untuk bermain cinta. Pucuk dicinta ulam tiba, Yani mengiyakan ajakan Pardi. Dia menurut saja ketika tangannya dituntun memasuki gubuk kecil di pinggiran bukit. Keduanya lalu tenggelam dalam permainan cinta yang dahsyat dan bergelora.
Pardi tak menyangka kalau Yani memiliki gairah seks yang menggebu-gebu. Rasanya seluruh persendian Pardi seperti mau copot dan tenaganya seperti terkuras habis saat bercinta dengan Yani. Hampir semalam suntuk mereka mereguk nikmatnya bercinta.
Ketika malam sudah mendekati waktu subuh, Pardi dan Yani cepat-cepat bergegas pulang. Pardi tak ingin hubungan gelapnya dengan Yani diketahui orang.
Yani sendiri tidak bisa setiap malam melakukan kencan rahasia dengan Pardi. Dia hanya mau bertemu dan bercinta dengan Pardi setiap kali bulan purnama tiba, yakni sekitar antara tanggal 14, 15, 16, 17, dan 18 menurut Kalender Jawa.
Meski hanya singkat saja, Pardi merasa cukup puas. Yang penting dia bisa berkencan dan bercinta dengan Yani. Dia seakan mendapatkan sensasi luar biasa saat bercinta dengan Yani, bahkan lebih dari yang dia dapatkan saat bercinta dengan isterinya sendiri. Pardi jadi merindukan dan tak sabar menanti bulan purnama tiba.
Perselingkuhan Pardi dengan Yani ini memang tidak pernah dipergoki oleh siapa pun. Tapi Minah, isterinya, merasa curiga dengan gelagat suaminya yang aneh. Setiap malam suaminya pergi dan pulang ketika hari sudah Subuh. Jika ditanya kemana semalam dan tidur dimana, Pardi menjawab dengan enteng saja kalau dia semalam tidur di rumah teman atau diajak teman mencari kodok.
Minah sebenarnya tak percaya dengan jawaban suaminya. Dia curiga Pardi telah berselingkuh dengan perempuan lain. Sayangnya, Minah tak punya bukti kalau suaminya berhubungan gelap dengan seorang perempuan. Sehingga dia pun tak bisa menuduh sembarangan. Minah hanya bisa menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya pada suaminya. Kejengkelan Minah bukan lantaran dia ditinggal tidur sendirian di rumah, tapi karena dia sedang repot mengurus neneknya yang sakit.
Minah merasakan kepergiaan suaminya setiap malam seolah untuk menghindari kewajiban mengurus orang tua itu. Minah kesal karena suaminya tak peduli pada keadaan neneknya.
Sudah hampir setahun ini Minah mengurus Mbok Ijah, neneknya yang tua dan sakit. Tiap kali dia merawat dan menjaga wanita yang sudah berusia di atas delapan puluh tahun itu. Kondisi Mbok Ijah terbilang sudah sekarat. Dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan hanya terbaring di atas ranjang. Makan, minum, kencing, dan berak di tempat. Tubuhnya sudah tinggal kulit pembalut tulang.
Untuk ukuran orang biasa, mungkin sudah jauh hari dia meninggal. Dokter yang pernah memeriksanya pun menyatakan kalau Mbok Ijah sudah tak mungkin disembuhkan. Kondisi organ dalam tubuhnya sudah rusak total. Dia hanya tinggal menunggu takdir menjemputnya.
Tapi anehnya, nafasnya masih terus mengalir dan bertahan hidup untuk beberapa lama. Konon, ini terjadi karena Mbok Ijah memiliki ilmu kesaktian yang belum dilepas dari tubuhnya. Dia menyimpan semacam jimat atau susuk yang pernah berdaya guna di masa mudanya. Simpanan ilmu kesaktian itu yang tampaknya menghalangi perjalanannya kembali ke alam baka.
Dengan kondisi Mbok Ijah yang demikian, tentu saja membuat susah Minah. Hanya dirinya satu-satunya keluarga dekat Mbok Ijah. Sudah berbagai cara dilakukan Minah untuk mengobati neneknya. Mulai dari dokter, dukun, sinshe, sampai tabib. Bahkan Minah meminta bantuan paranormal atau dukun yang bisa membantu melapaskan simpanan ajian neneknya.
Tapi, tak ada satu pun dari mereka yang sanggup mengeluarkan jimat yang tersimpan dalam tubuh nenek itu. Jimat itu tergolong ilmu kesaktian tingkat tinggi. Namanya Susuk Aji Wijayakusuma. Konon, ajian ini bisa menjadikan pemakainya menjadi awet muda dan mampu memikat laki-laki. Seperti halnya kembang Wijayakusuma atau bunga sedap malam yang senantiasa mekar di kala bulan purnama tiba.
Begitu pula dengan Ajian Wijayakusuma yang akan mengalami pembaharuan setiap tiba bulan purnama. Ajian Wijayakusuma akan menampakkan kekuatan aura dan kesempurnaannya pada pertengahan bulan purnama. Pada saat itu Ajian Wijayakusuma akan bekerja dan menjadikan pemakainya terlihat lebih muda.
Seorang peranormal menyarankan agar setiap tiba bulan purnama, Mbok Ijah dijauhkan dari kaum laki-laki, aroma kembang, suara gamelan, dan terpaan cahaya lampu atau bulan. Sebab, semua itu berhubungan erat dengan kehidupan Mbok Ijah di masa lalu sebagai penari Tayub atau Tledek. Dia akan bisa menemukan kembali energi yang membuatnya tetap bertahan hidup bila bersentuhan dengan salah satu dari yang disebutkan itu. Karenanya Mbok Ijah harus dikurung atau diisolasi dalam sebuah ruang kosong dan gelap sebagai simbol kematian untuk memudahkan arwahnya kembali kepadaNya.
Minah menuruti saran itu. Namun ternyata hal itu tak juga berhasil membuat neneknya mati. Bahkan setelah melewati bulan purnama kondisinya kembali segar bugar. Sepertinya si nenek mendapatkan nafas baru yang memperpanjang kehidupannya. Tubuhnya yang sudah lemah, pucat, dan matanya yang cekung mengatup berubah berbinar dan bercahaya. Kelopak matanya kembali membuka dan ada sinar di dalam bola matanya, seolah menyiratkan kehidupan di sana.
Minah pun dibuat bingung dan pusing. Bukannya dia tak senang neneknya masih hidup, tapi Minah merasa kasihan pada keadaannya. Andai saja membunuh tidak berdosa, sudah dicekiknya leher wanita tua itu!
Untuk kesekian kali Minah kembali meminta bantuan orang pintar. Kali ini seorang Kyai yang berilmu agama tinggi, namanya Kyai Anshari. Oleh sang Kyai, Mbok Ijah dibacakan surat Yasin dan doa-doa dari ayat suci Al-Qur'an.
Hampir setiap malam Kyai Anshari beserta murid-muridnya melakukan pembacaan doa di hadapan Mbok Ijah yang dibaringkan di tengah ruangan. Semua keluarganya diminta ikut membaca ayat-ayat suci untuk memudahkan jalan kematian Mbok Ijah.
Dan tampaknya konsisi Mbok Ijah memang sudah sangat kritis dan menjelang dekatnya ajal. Hal itu semakin terlihat saat menjelang tibanya bulan purnama. Kyai Anshari dan murid-muridnya semakin mengintensifkan bacaan do'anya.
Sementara itu Pardi mulai gelisah. Dia sudah tak sabar lagi ingin segera menemui Yani. Malam ini gadis itu tentu sudah menunggunya di dalam gubuk di atas bukit ujung desa. Mereka bisa kembali bercinta seperti bulan purnama lalu.
Dengan dalih mau kencing, Pardi minta diri keluar dari ruangan tempat dilakukannya ritual pembacaan do'a. Dia pura-pura menuju ke sumur. Ketika tak ada orang melihatnya, dia langsung menyelinap pergi. Tapi rupanya dia tidak sadar kalau diam-diam Kyai Anshari mengintainya dari belakang.
Pardi sudah sampai tiba di bukit tempat dia biasa berkencan dengan Yani. Tapi dia tidak melihat Yani berada di sana. Biasanya Yani suka duduk di atas sebuah batu. Pardi sudah mencoba mencarinya dengan mengelilingi bukit, tapi batang hidung Yani tak juga ditemukan.
"Yaniii...Yaniii...!?" serunya memanggil ke segala penjuru arah. Tak ada sahutan, kecuali suaranya sendiri yang menggema di udara.
Tiba-tiba dari balik sebuah pohon muncul Kyai Anshari. Kontan saja Pardi kaget dan heran.
"Pak Kyai? Bagaimana Bapak bisa sampai disini?" tanya Pardi gugup.
"Aku curiga dengan perilakumu, karena itu aku mengikutimu. Aku tahu, kamu sedang mencari seorang gadis bernama Yani. Tapi malam ini dia tidak mungkin bisa datang," jawab Kyai Anshari kalem.
"Bagaimana Pak Kyai bisa tahu hal itu?" protes Pardi.
"Karena sebenarnya yang kamu temui itu bukan manusia. Dia penjelmaan roh Mbok Ijah. Itulah kenapa Mbok Ijah selama ini mampu bertahan hidup. Sebab, dia selalu mendapatkan energi setiap kali berhubungan intim denganmu. Dia menyedot sebagian inti kehidupan yang ada dalam tubuhmu. Tapi sekarang dia tidak akan bisa keluar lagi dari raganya, karena kami telah memagarinya dengan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dia telah kami kurung dalam pagar gaib!" tutur Kyai menerangkan.
"Bapak jangan mengada-ada! Mana mungkin Mbok Ijah bisa berubah muda dan cantik. Dia kan sudah tua dan sekarat. Ini mustahil!" bantah Pardi, tak percaya mendengar keterangan Kyai Anshari.
"Kalau kamu tak percaya, ayo ikut aku!" sang Kyai lalu menyeret tangan Pardi mengajaknya pulang ke rumah.
Sesampai di rumah masih terlihat orang-orang duduk di ruang tengah sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Tubuh Mbok Ijah juga masih tergolek di atas bale-bale bambu. Kyai Anshari mengajak Pardi mendekati tubuh Mbok Ijah. Dia mengangkat tangannya dan mengusap wajah Mbok Ijah yang keriput.
Ajaib, wajah itu seketika berubah muda dan cantik. Pardi pun terperangah kaget. Walau hanya sekilas perubahan itu terlihat, namun sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah wajah Yani, gadis yang selama ini dikencani dan diajaknya bercinta di atas bukit. Karena tak kuat menahan goncangan dalam jiwanya, Pardi jatuh pingsan.
Keesokan harinya, Mbok Ijah menghembuskan nafas yang terakhir. Sementara Pardi masih terbaring lemah dan sakit. Tampaknya dia masih sangat shock dan belum bisa menerima kejadian yang dialaminya. Dia tak pernah menyangka bila yang diajaknya bercinta adalah nenek mertuanya sendiri.
Bila tidak segera mendapat pertolongan, sakit Pardi bisa bertambah parah. Karena dia telah kehilangan banyak energi dalam tubuhnya dan mengalami gangguan psikis. Tapi untunglah, berkat pengobatan dan terapi yang dilakukan Kyai Anshari perlahan namun pasti, Pardi kembali bisa normal dan sehat. Pardi kini telah berubah menjadi orang alim. Dia tak mudah lagi tergoda oleh perempuan.
Namanya Susuk Aji Wijayakusuma. Konon, ilmu ini bisa menjadikan pemakainya menjadi awet muda dan mampu memikat laki-laki. Seperti halnya kembang Wijayakusuma yang senantiasa mekar di kala bulan purnama tiba....
Setiap kali tiba bulan purnama, hati Pardi serasa disiram air bunga. Aroma keharumannya begitu memabukan jiwa, membuat Pardi serasa menemukan gairah muda yang menggelora. Pada saat seperti itulah dia bisa bertemu dan bercinta dengan gadis muda nan cantik bernama Yani.
Tapi anehnya, gadis yang dikencaninya itu tak pernah dikenal sebelumnya dan tidak diketahui asal-usulnya. Baru beberapa waktu kemudian dia mengetahui kalau ternyata wanita yang bercinta dengannya itu tak lain adalah penjelmaan roh gaib. Lebih gilanya lagi, wanita gaib itu tak lain adalah arwah neneknya sendiri.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ikuti kisah mistis berikut ini:
Waktu itu Pardi baru pulang dari kondangan di tempat saudaranya di desa tetangga. Dengan berjalan kaki, Pardi sendirian menyusuri jalan desa tak beraspal yang sepi dan senyap. Untung malam itu bulan purnama bertengger di atas langit. Sehingga Pardi tidak perlu membawa senter untuk menerangi perjalanannya.
Saat melintas di sebuah bukit kecil dekat persawahan, tiba-tiba Pardi melihat sosok seorang perempuan berambut panjang duduk di atas sebuah batu besar. Tadinya Pardi mengira perempuan itu peri atau kuntilanak. Tapi setelah dilihatnya kaki perempuan itu menginjak tanah, hati Pardi jadi tenang.
Dia lalu mendekati perempuan itu. Ketika sudah sampai di hadapannya tampaklah dengan jelas wajah perempuan itu diterpa cahaya rembulan. Ternyata, dia masih muda dan cantik. Pardi menelan air liurnya, merasa takjub melihat kecantikan si wanita. Dasar Pardi mata keranjang, dia jadi penasaran dan ingin berkenalan dengan gadis itu.
"Siapa namamu? Kenapa malam-malam berada di tempat ini sendirian? Apa kamu tidak takut?" pertanyaan ini meluncur deras dari mulut Pardi.
"Namaku Yani. Aku sedang menikmati indahnya bulan purnama. Aku tidak takut berada di sini sendirian, karena aku sudah sering berada di sini setiap bulan purnama," jawab gadis itu dengan nada menggemaskan.
"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Sepertinya kamu bukan warga kampung ini. Kamu tinggal dimana?"
"Aku memang bukan warga sini. Aku tinggal di pinggiran hutan bersama si Mboku, namanya Mbok Marijem. Beliau suka mencari tanaman dan akar hutan untuk dijadikan bahan jamu. Sampenyan pasti pernah mendengar namanya."
Pardi diam dan merenung sejenak. Rasanya dia belum pernah mendengar nama Mbok Marijem yang tinggal di pinggiran hutan itu. Tapi biar tidak mengecewakan gadis itu, dia pun mengangguk-angguk. Bagi Pardi tak peduli apakah dirinya kenal atau tidak dengan Mbok Mariyem, yang penting dia bisa berkenalan dan dekat dengan Yani.
"Ya...ya...aku mengenalnya!" jawab Pardi dengan mantap. "Oh ya, boleh aku ikut duduk di sini menemanimu?" katanya lagi.
"Silahkan, Mas. Aku malah senang ada yang menemani. Nama Mas sendiri siapa sih ?" sahut Yani sambil tersenyum penuh arti.
"Namaku Pardi. Omong-omong, nanti kekasih Dik Yani marah melihat aku duduk berdua denganmu?"
"Aku belum punya kekasih kok, Mas."
"Ah, masak gadis secantik kamu belum punya pacar?"
"Sungguh, Mas! Gadis kampung macam aku mana ada yang mau?"
"Ah, siapa bilang? Aku mau kok jadi kekasih Dik Yani!" rayuan gombal Pardi mulai keluar.
"Jangan ah! Nanti isteri Mas Pardi marah?" sahut Yani.
"Aku belum punya isteri kok !" ujar Pardi dengan mantap.
Rupanya Yani percaya dengan ucapan Pardi. Atau pada dasarnya dia gadis yang masih polos dan lugu. Ketika Pardi mencoba duduk merapat, Yani tidak menolak. Hal ini membuat Pardi semakin berani. Dia lalu memegang tangan Yani dan membelai rambutnya. Seperti dua insan remaja yang sedang dimabuk asmara keduanya bercengkerama dan bercanda ria.
Pertemuan pertama pada malam itu sangat berkesan dalam hati Pardi. Dia lalu ingin melanjutkan kembali pertemuannya dengan Yani. Tapi sayangnya, Yani menolak Pardi datang ke rumahnya. Soalnya Yani mengaku nanti akan dimarahi oleh si Mboknya. Yani hanya mau bertemu dengan Pardi di bukit itu pada malam hari.
Pardi pun menuruti permintaan Yani. Lagi pula dia sendiri juga tak mau pertemuannya dengan Yani diketahui orang lain, terlebih ketahuan isterinya.
Maka, pada malam kedua Pardi dan Yani kembali bertemu di bukit ujung desa. Mereka bercengkerama di bawah sorot sinar bulan purnama. Hubungan keduanya yang begitu dekat seperti sepasang kekasih. Bahkan Pardi yang sudah tak kuasa menahan hasratnya mulai berani menggerayangi bagian tubuh Yani yang sensitif.
Pardi membisikan ajakan untuk bermain cinta. Pucuk dicinta ulam tiba, Yani mengiyakan ajakan Pardi. Dia menurut saja ketika tangannya dituntun memasuki gubuk kecil di pinggiran bukit. Keduanya lalu tenggelam dalam permainan cinta yang dahsyat dan bergelora.
Pardi tak menyangka kalau Yani memiliki gairah seks yang menggebu-gebu. Rasanya seluruh persendian Pardi seperti mau copot dan tenaganya seperti terkuras habis saat bercinta dengan Yani. Hampir semalam suntuk mereka mereguk nikmatnya bercinta.
Ketika malam sudah mendekati waktu subuh, Pardi dan Yani cepat-cepat bergegas pulang. Pardi tak ingin hubungan gelapnya dengan Yani diketahui orang.
Yani sendiri tidak bisa setiap malam melakukan kencan rahasia dengan Pardi. Dia hanya mau bertemu dan bercinta dengan Pardi setiap kali bulan purnama tiba, yakni sekitar antara tanggal 14, 15, 16, 17, dan 18 menurut Kalender Jawa.
Meski hanya singkat saja, Pardi merasa cukup puas. Yang penting dia bisa berkencan dan bercinta dengan Yani. Dia seakan mendapatkan sensasi luar biasa saat bercinta dengan Yani, bahkan lebih dari yang dia dapatkan saat bercinta dengan isterinya sendiri. Pardi jadi merindukan dan tak sabar menanti bulan purnama tiba.
Perselingkuhan Pardi dengan Yani ini memang tidak pernah dipergoki oleh siapa pun. Tapi Minah, isterinya, merasa curiga dengan gelagat suaminya yang aneh. Setiap malam suaminya pergi dan pulang ketika hari sudah Subuh. Jika ditanya kemana semalam dan tidur dimana, Pardi menjawab dengan enteng saja kalau dia semalam tidur di rumah teman atau diajak teman mencari kodok.
Minah sebenarnya tak percaya dengan jawaban suaminya. Dia curiga Pardi telah berselingkuh dengan perempuan lain. Sayangnya, Minah tak punya bukti kalau suaminya berhubungan gelap dengan seorang perempuan. Sehingga dia pun tak bisa menuduh sembarangan. Minah hanya bisa menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya pada suaminya. Kejengkelan Minah bukan lantaran dia ditinggal tidur sendirian di rumah, tapi karena dia sedang repot mengurus neneknya yang sakit.
Minah merasakan kepergiaan suaminya setiap malam seolah untuk menghindari kewajiban mengurus orang tua itu. Minah kesal karena suaminya tak peduli pada keadaan neneknya.
Sudah hampir setahun ini Minah mengurus Mbok Ijah, neneknya yang tua dan sakit. Tiap kali dia merawat dan menjaga wanita yang sudah berusia di atas delapan puluh tahun itu. Kondisi Mbok Ijah terbilang sudah sekarat. Dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan hanya terbaring di atas ranjang. Makan, minum, kencing, dan berak di tempat. Tubuhnya sudah tinggal kulit pembalut tulang.
Untuk ukuran orang biasa, mungkin sudah jauh hari dia meninggal. Dokter yang pernah memeriksanya pun menyatakan kalau Mbok Ijah sudah tak mungkin disembuhkan. Kondisi organ dalam tubuhnya sudah rusak total. Dia hanya tinggal menunggu takdir menjemputnya.
Tapi anehnya, nafasnya masih terus mengalir dan bertahan hidup untuk beberapa lama. Konon, ini terjadi karena Mbok Ijah memiliki ilmu kesaktian yang belum dilepas dari tubuhnya. Dia menyimpan semacam jimat atau susuk yang pernah berdaya guna di masa mudanya. Simpanan ilmu kesaktian itu yang tampaknya menghalangi perjalanannya kembali ke alam baka.
Dengan kondisi Mbok Ijah yang demikian, tentu saja membuat susah Minah. Hanya dirinya satu-satunya keluarga dekat Mbok Ijah. Sudah berbagai cara dilakukan Minah untuk mengobati neneknya. Mulai dari dokter, dukun, sinshe, sampai tabib. Bahkan Minah meminta bantuan paranormal atau dukun yang bisa membantu melapaskan simpanan ajian neneknya.
Tapi, tak ada satu pun dari mereka yang sanggup mengeluarkan jimat yang tersimpan dalam tubuh nenek itu. Jimat itu tergolong ilmu kesaktian tingkat tinggi. Namanya Susuk Aji Wijayakusuma. Konon, ajian ini bisa menjadikan pemakainya menjadi awet muda dan mampu memikat laki-laki. Seperti halnya kembang Wijayakusuma atau bunga sedap malam yang senantiasa mekar di kala bulan purnama tiba.
Begitu pula dengan Ajian Wijayakusuma yang akan mengalami pembaharuan setiap tiba bulan purnama. Ajian Wijayakusuma akan menampakkan kekuatan aura dan kesempurnaannya pada pertengahan bulan purnama. Pada saat itu Ajian Wijayakusuma akan bekerja dan menjadikan pemakainya terlihat lebih muda.
Seorang peranormal menyarankan agar setiap tiba bulan purnama, Mbok Ijah dijauhkan dari kaum laki-laki, aroma kembang, suara gamelan, dan terpaan cahaya lampu atau bulan. Sebab, semua itu berhubungan erat dengan kehidupan Mbok Ijah di masa lalu sebagai penari Tayub atau Tledek. Dia akan bisa menemukan kembali energi yang membuatnya tetap bertahan hidup bila bersentuhan dengan salah satu dari yang disebutkan itu. Karenanya Mbok Ijah harus dikurung atau diisolasi dalam sebuah ruang kosong dan gelap sebagai simbol kematian untuk memudahkan arwahnya kembali kepadaNya.
Minah menuruti saran itu. Namun ternyata hal itu tak juga berhasil membuat neneknya mati. Bahkan setelah melewati bulan purnama kondisinya kembali segar bugar. Sepertinya si nenek mendapatkan nafas baru yang memperpanjang kehidupannya. Tubuhnya yang sudah lemah, pucat, dan matanya yang cekung mengatup berubah berbinar dan bercahaya. Kelopak matanya kembali membuka dan ada sinar di dalam bola matanya, seolah menyiratkan kehidupan di sana.
Minah pun dibuat bingung dan pusing. Bukannya dia tak senang neneknya masih hidup, tapi Minah merasa kasihan pada keadaannya. Andai saja membunuh tidak berdosa, sudah dicekiknya leher wanita tua itu!
Untuk kesekian kali Minah kembali meminta bantuan orang pintar. Kali ini seorang Kyai yang berilmu agama tinggi, namanya Kyai Anshari. Oleh sang Kyai, Mbok Ijah dibacakan surat Yasin dan doa-doa dari ayat suci Al-Qur'an.
Hampir setiap malam Kyai Anshari beserta murid-muridnya melakukan pembacaan doa di hadapan Mbok Ijah yang dibaringkan di tengah ruangan. Semua keluarganya diminta ikut membaca ayat-ayat suci untuk memudahkan jalan kematian Mbok Ijah.
Dan tampaknya konsisi Mbok Ijah memang sudah sangat kritis dan menjelang dekatnya ajal. Hal itu semakin terlihat saat menjelang tibanya bulan purnama. Kyai Anshari dan murid-muridnya semakin mengintensifkan bacaan do'anya.
Sementara itu Pardi mulai gelisah. Dia sudah tak sabar lagi ingin segera menemui Yani. Malam ini gadis itu tentu sudah menunggunya di dalam gubuk di atas bukit ujung desa. Mereka bisa kembali bercinta seperti bulan purnama lalu.
Dengan dalih mau kencing, Pardi minta diri keluar dari ruangan tempat dilakukannya ritual pembacaan do'a. Dia pura-pura menuju ke sumur. Ketika tak ada orang melihatnya, dia langsung menyelinap pergi. Tapi rupanya dia tidak sadar kalau diam-diam Kyai Anshari mengintainya dari belakang.
Pardi sudah sampai tiba di bukit tempat dia biasa berkencan dengan Yani. Tapi dia tidak melihat Yani berada di sana. Biasanya Yani suka duduk di atas sebuah batu. Pardi sudah mencoba mencarinya dengan mengelilingi bukit, tapi batang hidung Yani tak juga ditemukan.
"Yaniii...Yaniii...!?" serunya memanggil ke segala penjuru arah. Tak ada sahutan, kecuali suaranya sendiri yang menggema di udara.
Tiba-tiba dari balik sebuah pohon muncul Kyai Anshari. Kontan saja Pardi kaget dan heran.
"Pak Kyai? Bagaimana Bapak bisa sampai disini?" tanya Pardi gugup.
"Aku curiga dengan perilakumu, karena itu aku mengikutimu. Aku tahu, kamu sedang mencari seorang gadis bernama Yani. Tapi malam ini dia tidak mungkin bisa datang," jawab Kyai Anshari kalem.
"Bagaimana Pak Kyai bisa tahu hal itu?" protes Pardi.
"Karena sebenarnya yang kamu temui itu bukan manusia. Dia penjelmaan roh Mbok Ijah. Itulah kenapa Mbok Ijah selama ini mampu bertahan hidup. Sebab, dia selalu mendapatkan energi setiap kali berhubungan intim denganmu. Dia menyedot sebagian inti kehidupan yang ada dalam tubuhmu. Tapi sekarang dia tidak akan bisa keluar lagi dari raganya, karena kami telah memagarinya dengan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dia telah kami kurung dalam pagar gaib!" tutur Kyai menerangkan.
"Bapak jangan mengada-ada! Mana mungkin Mbok Ijah bisa berubah muda dan cantik. Dia kan sudah tua dan sekarat. Ini mustahil!" bantah Pardi, tak percaya mendengar keterangan Kyai Anshari.
"Kalau kamu tak percaya, ayo ikut aku!" sang Kyai lalu menyeret tangan Pardi mengajaknya pulang ke rumah.
Sesampai di rumah masih terlihat orang-orang duduk di ruang tengah sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Tubuh Mbok Ijah juga masih tergolek di atas bale-bale bambu. Kyai Anshari mengajak Pardi mendekati tubuh Mbok Ijah. Dia mengangkat tangannya dan mengusap wajah Mbok Ijah yang keriput.
Ajaib, wajah itu seketika berubah muda dan cantik. Pardi pun terperangah kaget. Walau hanya sekilas perubahan itu terlihat, namun sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah wajah Yani, gadis yang selama ini dikencani dan diajaknya bercinta di atas bukit. Karena tak kuat menahan goncangan dalam jiwanya, Pardi jatuh pingsan.
Keesokan harinya, Mbok Ijah menghembuskan nafas yang terakhir. Sementara Pardi masih terbaring lemah dan sakit. Tampaknya dia masih sangat shock dan belum bisa menerima kejadian yang dialaminya. Dia tak pernah menyangka bila yang diajaknya bercinta adalah nenek mertuanya sendiri.
Bila tidak segera mendapat pertolongan, sakit Pardi bisa bertambah parah. Karena dia telah kehilangan banyak energi dalam tubuhnya dan mengalami gangguan psikis. Tapi untunglah, berkat pengobatan dan terapi yang dilakukan Kyai Anshari perlahan namun pasti, Pardi kembali bisa normal dan sehat. Pardi kini telah berubah menjadi orang alim. Dia tak mudah lagi tergoda oleh perempuan.