Anton Medan: Bulan Ramadhan, Saatnya Introspeksi Diri
Minggu, Oktober 07, 2012
Setelah lima tahun lepas dari tahanan, pada tahun 1992 Anton Medan mantan Narapidana dan preman itu memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Di tahun pertama menjadi mualaf, ia sudah melaksanakan ibadah umrah dan menghabiskan bulan Ramadhan di tanah suci, Mekkah.
Meski saat itu ia baru menjadi mualaf, Anton Medan atau yang yang nama Islaminya H. Ramdhan Effendi mengaku tidak merasa kesulitan dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Namun, sebelum keberangkatannya ke Mekkah, perasaan takut dan hawatir sempat muncul di benaknya. Kekhawatiran itu menurut Anton, disebabkan karena latar belakang dirinya yang berasal dari dunia hitam. "Ketika ingin berangkat ada perasaan takut, karena kelakuan saya yang dulunya suka membunuh, merampok dan sebagainya, tetapi setelah di Bandara King Abdul Aziz, tiba-tiba tenang, engak khawatir lagi," katanya.
Anton menceritakan, ketika turun di Bandara, spontan dirinya mempunyai keinginan untuk membantu seorang Ibu yang sedang terlihat kesulitan membawa barang. "Saya berfikir, kalau menolong orang, Allah pasti memberikan keringanan kepada kita dalam beribadah di tanah suci," kisah Anton.
Bagi Anton, berpuasa bukanlah persoalan yang sulit, meski waktu itu baru saja menjadi seorang Muslim. Karena puasa, kata Anton, merupakan kebutuhan seorang muslim sesuai dengan ajaran yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an.
"Saya menganggap puasa bukan sekedar kewajiban tetapi kebutuhan, jadi enjoy saja menjalankannya" ungkap da'i yang juga pengasuh Majlis Taklim Atta'ibin yang sudah 16 kali menjalankan ibadah Umrah ini.
Menurut pengakuannya, setiap Ramadhan ia tidak pernah membuat target khusus, sebab yang terpenting saat Ramadhan adalah menjalankan Ibadah yang diwajibkan oleh agama dengan hati yang ikhlas dan menganggap bahwa ibadah itu adalah suatu kebutuhan hidup.
"Allah tidak pernah memaksakan umatnya, mampu ya saya jalankan, enggak mampu ya tidak dipaksakan, yang penting ikhlas," ujarnya.
Sebelum memeluk agama Islam, Anton sudah terlatih erpuasa. "Jika jatah makanan yang diberikan petugas embaga permasyarakatan tidak mencukupi," katanya sambil tertawa.
Namun niatnya berpuasa berbeda, ketika ia sudah masuk Islam. Bagi Anton, puasa di bulan Ramadhan mengadung hikmah yang sangat mendalam, antara lain menimbulkan rasa kepedulian terhadap orang sekeliling kita yang tidak beruntung.
Mantan Narapidana dan preman ini tertarik mempelajari Islam,
karena melihat anak dan istrinya yang beragama Islam. Anton yang masih keturunan Cina Medan ini, bukan berasal dari keluarga Muslim dan sudah pernah memeluk bermacam-macam agama.
"Waktu di penjara Cipinang agama saya Budha, lalu masuk Kristen, sampai akhirnya saya mempelajari Islam dan mantap dengan ke-Islaman saya," cerita Anton, hingga menjadi ia menjadi da'i yang menyebarkan ajaran Islam di kalangan mantan Narapidana.
Dalam bulan Ramadhan kali ini, pengelola pesantren khusus mantan narapidana di kawasan Cibinong, Bogor ini ingin mencari hikmah dan menjadikan Ramadhan sebagai saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, baik secara pribadi maupun yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut penting, karena menurut Anton, banyaknya musibah yang diturunkan oleh Allah kepada umatnya akhir-akhirini, seharusnya menjadi bahan perenungan bagi seluruh umat Islam dan bulan Ramadhan seperti sekarang merupakan saat yang tepat untuk melakukan perenungan.
"Bulan puasa kita harus perbanyak tafakur, tadarus dan menggali al-Qur'an, jangan lupa memohon ampun pada Allah atas dosa dan kesalahan serta mendoakan pemimpin bangsa, agar negara ini menjadi baldhatun thoyyibatun warrabun ghofur," paparnya.
Anton berpesan kepada seluruh umat Islam di Indonesia, agar bersikap Islami dan bersabar dalam menghadapi ujian akibat gejolak kenaikan harga BBM, di mana kondisi masyarakat menjadi semakin sulit.
Ia menambahkan, puasa jangan hanya sekedar menahan lapar, tetapi bagaimana kita sebagai umat Islam bisa melewati tiga tahapan dalam sepuluh malam di bulan Ramadhan yaitu, rahmat, bagfirah, dan Itqumminnaar, sehingga pada saat Idul Fitri, kita benar-benar menjadi manusia yang terbaik, yang terlahir kembali.
"Kita harus dapat menjadi suri tauladan dalam rumah tangga, lingkungan, dan sebagai warga negara," pesan Anton menutup perbincangan dengan eramuslim. (novel/ln/eramuslim)
Meski saat itu ia baru menjadi mualaf, Anton Medan atau yang yang nama Islaminya H. Ramdhan Effendi mengaku tidak merasa kesulitan dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Namun, sebelum keberangkatannya ke Mekkah, perasaan takut dan hawatir sempat muncul di benaknya. Kekhawatiran itu menurut Anton, disebabkan karena latar belakang dirinya yang berasal dari dunia hitam. "Ketika ingin berangkat ada perasaan takut, karena kelakuan saya yang dulunya suka membunuh, merampok dan sebagainya, tetapi setelah di Bandara King Abdul Aziz, tiba-tiba tenang, engak khawatir lagi," katanya.
Anton menceritakan, ketika turun di Bandara, spontan dirinya mempunyai keinginan untuk membantu seorang Ibu yang sedang terlihat kesulitan membawa barang. "Saya berfikir, kalau menolong orang, Allah pasti memberikan keringanan kepada kita dalam beribadah di tanah suci," kisah Anton.
Bagi Anton, berpuasa bukanlah persoalan yang sulit, meski waktu itu baru saja menjadi seorang Muslim. Karena puasa, kata Anton, merupakan kebutuhan seorang muslim sesuai dengan ajaran yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an.
"Saya menganggap puasa bukan sekedar kewajiban tetapi kebutuhan, jadi enjoy saja menjalankannya" ungkap da'i yang juga pengasuh Majlis Taklim Atta'ibin yang sudah 16 kali menjalankan ibadah Umrah ini.
Menurut pengakuannya, setiap Ramadhan ia tidak pernah membuat target khusus, sebab yang terpenting saat Ramadhan adalah menjalankan Ibadah yang diwajibkan oleh agama dengan hati yang ikhlas dan menganggap bahwa ibadah itu adalah suatu kebutuhan hidup.
"Allah tidak pernah memaksakan umatnya, mampu ya saya jalankan, enggak mampu ya tidak dipaksakan, yang penting ikhlas," ujarnya.
Sebelum memeluk agama Islam, Anton sudah terlatih erpuasa. "Jika jatah makanan yang diberikan petugas embaga permasyarakatan tidak mencukupi," katanya sambil tertawa.
Namun niatnya berpuasa berbeda, ketika ia sudah masuk Islam. Bagi Anton, puasa di bulan Ramadhan mengadung hikmah yang sangat mendalam, antara lain menimbulkan rasa kepedulian terhadap orang sekeliling kita yang tidak beruntung.
Mantan Narapidana dan preman ini tertarik mempelajari Islam,
karena melihat anak dan istrinya yang beragama Islam. Anton yang masih keturunan Cina Medan ini, bukan berasal dari keluarga Muslim dan sudah pernah memeluk bermacam-macam agama.
"Waktu di penjara Cipinang agama saya Budha, lalu masuk Kristen, sampai akhirnya saya mempelajari Islam dan mantap dengan ke-Islaman saya," cerita Anton, hingga menjadi ia menjadi da'i yang menyebarkan ajaran Islam di kalangan mantan Narapidana.
Dalam bulan Ramadhan kali ini, pengelola pesantren khusus mantan narapidana di kawasan Cibinong, Bogor ini ingin mencari hikmah dan menjadikan Ramadhan sebagai saat yang tepat untuk melakukan introspeksi diri, baik secara pribadi maupun yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut penting, karena menurut Anton, banyaknya musibah yang diturunkan oleh Allah kepada umatnya akhir-akhirini, seharusnya menjadi bahan perenungan bagi seluruh umat Islam dan bulan Ramadhan seperti sekarang merupakan saat yang tepat untuk melakukan perenungan.
"Bulan puasa kita harus perbanyak tafakur, tadarus dan menggali al-Qur'an, jangan lupa memohon ampun pada Allah atas dosa dan kesalahan serta mendoakan pemimpin bangsa, agar negara ini menjadi baldhatun thoyyibatun warrabun ghofur," paparnya.
Anton berpesan kepada seluruh umat Islam di Indonesia, agar bersikap Islami dan bersabar dalam menghadapi ujian akibat gejolak kenaikan harga BBM, di mana kondisi masyarakat menjadi semakin sulit.
Ia menambahkan, puasa jangan hanya sekedar menahan lapar, tetapi bagaimana kita sebagai umat Islam bisa melewati tiga tahapan dalam sepuluh malam di bulan Ramadhan yaitu, rahmat, bagfirah, dan Itqumminnaar, sehingga pada saat Idul Fitri, kita benar-benar menjadi manusia yang terbaik, yang terlahir kembali.
"Kita harus dapat menjadi suri tauladan dalam rumah tangga, lingkungan, dan sebagai warga negara," pesan Anton menutup perbincangan dengan eramuslim. (novel/ln/eramuslim)